Senin, 09 Juni 2014

Nightfall Kiss - Chapter 1


Gerbang utama di mansion bergaya klasik itu terbuka, sebuah mobil mewah memasuki halaman depan yang luasnya cukup untuk dijadikan kompleks perumahan. Lelah sekali hari ini. Urusan di kantor sangat menyebalkan, sepertinya gadget yang sedang menjadi trend di kalangan karyawan membawa penurunan dalam kinerja mereka. Kebijakan baru harus segera dibuat, kalau tak ingin kualitas perusahaan semakin menurun.

Frans masuk ke kamarnya sembari melongarkan dasi, seperti biasa sang istri tidak ada di sana. Nyonya kaya itu sedang 'meluaskan jaringan', begitu yang selalu dikatakannya.Yang menurutnya 'meluaskan jaringan' adalah arisan para ibu-ibu sosialita yang menghabiskan uang banyak demi pamer derajat.Dasar anak orang kaya, batin Frans.

Air hangat beraroma terapi telah disiapkan para pelayan.Frans membuka baju dan melemparkannya begitu saja di lantai kamar mandi. Tak perlu repot-repot menaruh baju kotor di keranjang cucian, toh nanti para pelayan yang setia akan membersihkannya. Frans menggosok tubuhnya dengan garam mandi, berharap bisa sedikit melemaskan urat-uratnya yang kaku.Andai saja aku tak menikah denganmu, hey anak orang kaya, tentu sekarang ada yang menggosok dan memijat aku. Lagi-lagi Frans memaki istrinya dalam hati.

Sepertinya mandi memang melegakan otot-ototnya yang lelah, Frans merasa lebih santai sekarang. Celana piyama dan kaos polos abu-abu dipilihnya sebgai kostum favorit saat di rumah. Bayangannya terpantul dari cermin besar, mebuat bersyukur, di usianya yang sudah kepala lima, tubuhnya masih tegap dan bagus. Bugar dan prima memang diperlukan untuk seorang pengusaha seperti dia yang sangat padat jadwal.

Frans memasuki ruang kerjanya.Gelap.Frans mengernyit bingung, biasanya tak pernah segelap ini.Selalu ada cahaya meski remang.Ah, mungkin pelayan lupa menyalakan lampu, sambil meraba-raba untuk mencari sakelar. Saat lampu berhasil dinyalakan, Frans hampir melompat karena terkejut.Seseorang duduk di kursi kerjanya, menatapnya tajam dan tegas.Tidak, bukan tegas, itu tatapan amarah yang siap untuk meledak sewaktu-waktu.Mata itu milik anaknya, Edward.

"Edward? Apa yang kau lakukan di situ, nak? Kamu mengejutkan papa!"Frans berucap sembari berjalan menuju rak buku.

"Setya Ningrum," Edward berkata dengan suaranya yang tegas dan misterius.

Buk! Buku yang telah dipegangnya terjatuh, Frans kaget setengah mati.

"Apa, nak?" mengira dia salah dengar.

"Setya Ningrum," Edward mengulangi.

"Ka... Kamu tau dari mana mengenai dia?"

"Jadi benar kalau dia, Setya Ningrum, adalah kekasih papa yang papa tinggalkan 23 tahun lalu?!" setengah berteriak Edward bertanya sekaligus memberi pernyataan pada papanya.

"Dari mana kamu tau itu?"

"Tidak penting aku tau dari mana.Katakan saja, benar atau tidak papa telah mengenal wanita itu dan meninggalkannya 23 tahun lalu untuk menikah dengan mama?"

"Iya, benar.Aku meninggalkannya untuk menikah dengan mamamu. Tapi semua itu karena..."

"Cukup, Pa! Aku tidak perlu mendengarkan apa-apa lagi!!!"Edward berdiri menghentakkan kaki, keluar dari ruang kerja papanya dan pergi dengan marah.Edward membanting pintu dan meninggalkan papanya dalam kebingungan.Hentakan di pintu mengejutkan Frans.Frans memanggil-manggil anak laki-lakinya.

"Ed! Mau ke mana, kamu?Kenapa kamu marah karena hal ini?"Frans berusaha mengejar anaknya.

"Harusnya Papa tanyakan itu pada diri Papa sendiri!"Edward menjawab sambil lompat masuk ke mobil mewahnya. Mobil sports warna merah itu melaju kencang melewati halaman. Melewati pintu gerbang yang terbuka otomatis untuknya dengan kecepatan tinggi.

Frans melihat kepergian anaknya dengan bingung.Seperti film yang terputar, kenangan 23 tahun lalu muncul lagi di kepalanya.23 tahun lalu, dia meninggalkan Ningrum, kekasih yang sangat dicintainya dengan sepenuh hatinya, untuk menikahi Tera, mamanya Edward, dengan berbagai alasan.Hatinya hancur saat itu, mengetahui bahwa dia tidak menikah dengan kekasih yang dicintainya.Kehancuran itu terus berlangsung sampai sekarang, Frans tak pernah bisa melupakannya. Frans tidak akan memafkan dirinya sendiri.


* * * * *


Frans kira anaknya akan pulang dalam dua atau tiga hari, karena dia biasa kabur dari rumah dan menginap di rumah temannya atau di hotel. Tapi ini sudah satu minggu dan tak ada kabar apa-apa darinya.Ponselnya tidak bisa dihubungi, bahkan beberapa temannya datang ke rumah mencari anaknya.Di hari kepergiannya, mobilnya di temukan di pinggir jalan tanpa Edward di dalamnya.Frans juga tidak terlalu khawatir, karena Edward juga pernah melakukannya sebelumnya, meninggalkan mobilnya di pinggir jalan dan pergi dengan mobil temannya.Polisi yang memeriksa mobil itu pun juga menyimpulkan tidak ada tanda-tanda yang mengarah ke kejahatan.Polisi menyimpulkan mobil itu sengaja ditinggalkan.

Kekhawatiran mulai menjalari seluruh rumah.Tidak biasanya Edward seperti ini. Edward memang anak manja yang selalu seenaknya sendiri dalam bertindak, tapi dia juga akan selalu kembali ke rumah tidak lebih dari tiga hari setelah bersenang-senang. Frans mulai dilanda panik.Tera yang sedang di luar negri segera disuruhnya pulang untuk mencari anaknya.

Segala upaya dilakukan, termasuk mendeteksi penggunaan kartu kredit Edward.Tapi Edward tidak melakukan transaksi apapun dengan kartu kreditnya.Dan ini benar-benar seperti bukan Edward.Biasanya, Edward selalu banyak menggunakan kartu kreditnya untuk bersenang-senang saat di luar rumah.Dalam kecemasan seperti ini, Frans tidak nafsu bekerja, dia siaga di rumah menunggu kabar terbaru.

"Permisi, Tuan, maaf mengganggu, ada telepon dari bank," seorang pelayan memberikan telepon tanpa kabel padanya.

"Terima kasih," Frans menerima telepon itu dan memberikan seuntai senyum untuk pelayannya itu.

"Ya. Saya Frans Wijaya"

"Selamat siang, Pak. Kami memberikan informasi yang Bapak minta untuk transaksi atas nama Saudara Edward Akea Nugraha. Surat dari kepolosian sudah kami terima dua hari lalu untuk memproses informasi ini," suara dari seberang telepon didengarkan Frans seksama, "yang bisa kami informasikan adalah Saudara Edward Akea Nugraha telah melakukan penarikan tunai dalam jumlah yang cukup besar pada tanggal 02 Juni 2013".

Dua Juni, itu tanggal Edward pergi dari rumah, batin Frans.

"Tarikan tunai dilakukan langsung di salah satu cabang kami. Untuk jumlah transaksi dan informasi selengkapnya mengenai transaksi tersebut akan dikirim melalui e-mail Anda, paling lambat 20 menit dari sekarang. Sekian informasi dari kami.Ada yang bisa kami bantu lagi, Pak?" petugas bank itu mengakhiri penjelasannya yang sekaligus membuyarkan lamunan Frans.

"Eh... Tidak. Terima kasih"

Tidak sampai 10 menit, e-mail masuk di ponselnya.Frans membelalakkan mata menerima informasi transaksi itu, jumlah yang sangat besar untuk bersenang-senang.Apa yang kau lakukan dengan uang sebanyak ini? Kau bisa pergi ke Eropa dan hidup di sana selama setengah tahun! Frans membatin dalam hati.Tunggu dulu! Eropa?Tentu saja. Dia pasti di sana! Frans seperti berhasil memecahkan teka-teki harta karun besar. Frans melompat dan bersiap pergi.

"Kau mau ke mana, pa?" tanya Tera, istrinya, suaranya lemah karena sering menangisi anaknya.

"Aku tau di mana Ed, tapi belum pasti.Aku akan memastikannya, kau tunggu di sini yaa?" ucap Frans yang lalu mengecup ubun-ubun istrinya.

Memasuki ruang kerjanya, mengingatkannya pada kejadian Edward marah padanya tanpa sebab yang pasti, yang jelas itu berhubungan dengan Ningrum, mantan kekasihnya.Dengan cepat, Frans mengangkat telepon menelepon dua nomor penting yang menjadi petunjuk di mana Edward.

"Hello?" suara di seberang telepon melegakannya. Suara adiknya di London.

"Jollie!Ini aku, Frans".

"Ya.Aku tau itu kau, kak".

"Edward di sana?"

"Ed? Tentu tidak.Memangnya Ed akan mengungjungiku?"

"Tidak.Kalau begitu terima kasih.Nanti kuhubungi lagi"

Lemas, Frans mulai lemas. Masih ada satu nomor lagi, Frans berharap semoga anaknya di sana. Frans menekan nomornya tergesa-gesa.Dua kali dia salah menekan nomor karena sangat gugup.Yang ketiga tersambung, Frans menunggu. Lama tak ada jawaban, Frans mengulangi panggilan. Sampai panggilan yang entah keberapa, suara di seberang sana terdengar.

"Hey, Frans.Aku tau kau akan menghubungiku," suara dari seberang telepon melegakannya sekali lagi.Keith, kakak iparnya di Paris.Dari kata-katanya, Keith pasti mengetahui sesuatu.

"Ya.Ed sedang bersamamu?"

"Tidak.Dia tidak bersamaku sekarang.Dia ada di toko membantu pamannya, aku di rumah.Kamu bisa tenang Frans, Ed aman bersama kami".

"Oh, syukurlah. Aku akan segera menyusulnya ke sana. Teri..."

"Don't Frans! Biarkan dia di sini menenangkan dirinya dulu.Kamu bisa percaya pada kami. Kami akan menjaganya. Aku tak tau masalahnya, dia belum mau menceritakannya. Aku akan memberikanmu informasi mengenainya. Bersabarlah, toh, di sini dia belajar mandiri. Perlu kau tau, Frans, dia memasukkan semua kartu kredit dan debit darimu dalam sebuah kotak, meyegelnya, dan menitipkannya padaku. Dia belajar mencari uang sendiri dengan berkerja di toko pamannya".

"Wow... Sepertinya memang ada sesuatu yang terjadi. Kalau begitu baiklah, biarkan dia di sana. Terima kasih, Keith.Jangan bilang aku menghubungimu.Aku titip anakku".

"Percayakan padaku, brodda".

Bersambung ke chapter 2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar