Gerbang utama di mansion bergaya
klasik itu terbuka, sebuah mobil mewah memasuki halaman depan yang luasnya
cukup untuk dijadikan kompleks perumahan. Lelah sekali hari ini. Urusan di
kantor sangat menyebalkan, sepertinya gadget yang sedang menjadi trend di
kalangan karyawan membawa penurunan dalam kinerja mereka. Kebijakan baru harus
segera dibuat, kalau tak ingin kualitas perusahaan semakin menurun.
Frans masuk ke kamarnya sembari
melongarkan dasi, seperti biasa sang istri tidak ada di sana. Nyonya kaya itu
sedang 'meluaskan jaringan', begitu yang selalu dikatakannya.Yang menurutnya
'meluaskan jaringan' adalah arisan para ibu-ibu sosialita yang menghabiskan
uang banyak demi pamer derajat.Dasar anak orang kaya, batin Frans.
Air hangat beraroma terapi telah
disiapkan para pelayan.Frans membuka baju dan melemparkannya begitu saja di
lantai kamar mandi. Tak perlu repot-repot menaruh baju kotor di keranjang
cucian, toh nanti para pelayan yang setia akan membersihkannya. Frans menggosok
tubuhnya dengan garam mandi, berharap bisa sedikit melemaskan urat-uratnya yang
kaku.Andai saja aku tak menikah denganmu, hey anak orang kaya, tentu
sekarang ada yang menggosok dan memijat aku. Lagi-lagi Frans memaki
istrinya dalam hati.
Sepertinya mandi memang melegakan
otot-ototnya yang lelah, Frans merasa lebih santai sekarang. Celana piyama dan kaos polos abu-abu dipilihnya sebgai kostum favorit saat di rumah. Bayangannya terpantul dari
cermin besar, mebuat bersyukur, di usianya yang sudah kepala lima, tubuhnya
masih tegap dan bagus. Bugar dan prima memang diperlukan untuk seorang pengusaha seperti dia yang
sangat padat jadwal.
Frans memasuki ruang
kerjanya.Gelap.Frans mengernyit bingung, biasanya tak pernah segelap ini.Selalu
ada cahaya meski remang.Ah, mungkin pelayan lupa menyalakan lampu,
sambil meraba-raba untuk mencari sakelar. Saat lampu
berhasil dinyalakan, Frans hampir melompat karena terkejut.Seseorang duduk di
kursi kerjanya, menatapnya tajam dan tegas.Tidak, bukan tegas, itu tatapan
amarah yang siap untuk meledak sewaktu-waktu.Mata itu milik anaknya, Edward.
"Edward? Apa yang kau lakukan
di situ, nak? Kamu mengejutkan papa!"Frans berucap sembari berjalan menuju
rak buku.
"Setya Ningrum," Edward
berkata dengan suaranya yang tegas dan misterius.
Buk! Buku yang telah dipegangnya terjatuh, Frans kaget
setengah mati.
"Apa, nak?" mengira dia
salah dengar.
"Setya Ningrum," Edward
mengulangi.
"Ka... Kamu tau dari mana
mengenai dia?"
"Jadi benar kalau dia, Setya
Ningrum, adalah kekasih papa yang papa tinggalkan 23 tahun lalu?!"
setengah berteriak Edward bertanya sekaligus memberi pernyataan pada papanya.
"Dari mana kamu tau itu?"
"Tidak penting aku tau dari
mana.Katakan saja, benar atau tidak papa telah mengenal wanita itu dan
meninggalkannya 23 tahun lalu untuk menikah dengan mama?"
"Iya, benar.Aku meninggalkannya
untuk menikah dengan mamamu. Tapi semua itu karena..."
"Cukup, Pa! Aku tidak perlu
mendengarkan apa-apa lagi!!!"Edward berdiri menghentakkan kaki, keluar
dari ruang kerja papanya dan pergi dengan marah.Edward membanting pintu dan
meninggalkan papanya dalam kebingungan.Hentakan di pintu mengejutkan
Frans.Frans memanggil-manggil anak laki-lakinya.
"Ed! Mau ke mana, kamu?Kenapa
kamu marah karena hal ini?"Frans berusaha mengejar anaknya.
"Harusnya Papa tanyakan itu
pada diri Papa sendiri!"Edward menjawab sambil lompat masuk ke mobil
mewahnya. Mobil sports warna merah itu melaju kencang melewati
halaman. Melewati pintu gerbang yang terbuka otomatis untuknya dengan kecepatan
tinggi.
Frans melihat kepergian anaknya dengan bingung.Seperti film
yang terputar, kenangan 23 tahun lalu muncul lagi di kepalanya.23 tahun lalu,
dia meninggalkan Ningrum, kekasih yang sangat dicintainya dengan sepenuh
hatinya, untuk menikahi Tera, mamanya Edward, dengan berbagai alasan.Hatinya
hancur saat itu, mengetahui bahwa dia tidak menikah dengan kekasih yang
dicintainya.Kehancuran itu terus berlangsung sampai sekarang, Frans tak pernah
bisa melupakannya. Frans tidak akan memafkan dirinya sendiri.
* * * * *
Frans kira anaknya akan pulang dalam
dua atau tiga hari, karena dia biasa kabur dari rumah dan menginap di rumah
temannya atau di hotel. Tapi ini sudah satu minggu dan tak ada kabar apa-apa
darinya.Ponselnya tidak bisa dihubungi, bahkan beberapa temannya datang ke
rumah mencari anaknya.Di hari kepergiannya, mobilnya di temukan di pinggir
jalan tanpa Edward di dalamnya.Frans juga tidak terlalu khawatir, karena Edward
juga pernah melakukannya sebelumnya, meninggalkan mobilnya di pinggir jalan dan
pergi dengan mobil temannya.Polisi yang memeriksa mobil itu pun juga
menyimpulkan tidak ada tanda-tanda yang mengarah ke kejahatan.Polisi
menyimpulkan mobil itu sengaja ditinggalkan.
Kekhawatiran mulai menjalari seluruh
rumah.Tidak biasanya Edward seperti ini. Edward memang anak manja yang selalu
seenaknya sendiri dalam bertindak, tapi dia juga akan selalu kembali ke rumah
tidak lebih dari tiga hari setelah bersenang-senang. Frans mulai dilanda
panik.Tera yang sedang di luar negri segera disuruhnya pulang untuk mencari
anaknya.
Segala upaya dilakukan, termasuk
mendeteksi penggunaan kartu kredit Edward.Tapi Edward tidak melakukan transaksi
apapun dengan kartu kreditnya.Dan ini benar-benar seperti bukan
Edward.Biasanya, Edward selalu banyak menggunakan kartu kreditnya untuk
bersenang-senang saat di luar rumah.Dalam kecemasan seperti ini, Frans tidak
nafsu bekerja, dia siaga di rumah menunggu kabar terbaru.
"Permisi, Tuan, maaf
mengganggu, ada telepon dari bank," seorang pelayan memberikan telepon
tanpa kabel padanya.
"Terima kasih," Frans
menerima telepon itu dan memberikan seuntai senyum untuk pelayannya itu.
"Ya. Saya Frans Wijaya"
"Selamat siang, Pak. Kami
memberikan informasi yang Bapak minta untuk transaksi atas nama Saudara Edward
Akea Nugraha. Surat dari kepolosian sudah kami terima dua hari lalu untuk
memproses informasi ini," suara dari seberang telepon didengarkan Frans
seksama, "yang bisa kami informasikan adalah Saudara Edward Akea Nugraha
telah melakukan penarikan tunai dalam jumlah yang cukup besar pada tanggal 02
Juni 2013".
Dua Juni, itu tanggal Edward pergi
dari rumah, batin Frans.
"Tarikan tunai dilakukan
langsung di salah satu cabang kami. Untuk jumlah transaksi dan informasi
selengkapnya mengenai transaksi tersebut akan dikirim melalui e-mail Anda,
paling lambat 20 menit dari sekarang. Sekian informasi dari kami.Ada yang bisa
kami bantu lagi, Pak?" petugas bank itu mengakhiri penjelasannya yang
sekaligus membuyarkan lamunan Frans.
"Eh... Tidak. Terima
kasih"
Tidak sampai 10 menit, e-mail masuk
di ponselnya.Frans membelalakkan mata menerima informasi transaksi itu, jumlah
yang sangat besar untuk bersenang-senang.Apa yang kau lakukan dengan uang
sebanyak ini? Kau bisa pergi ke Eropa dan hidup di sana selama setengah tahun! Frans
membatin dalam hati.Tunggu dulu! Eropa?Tentu saja. Dia pasti di sana! Frans
seperti berhasil memecahkan teka-teki harta karun besar. Frans melompat dan
bersiap pergi.
"Kau mau ke mana, pa?"
tanya Tera, istrinya, suaranya lemah karena sering menangisi anaknya.
"Aku tau di mana Ed, tapi belum
pasti.Aku akan memastikannya, kau tunggu di sini yaa?" ucap Frans yang
lalu mengecup ubun-ubun istrinya.
Memasuki ruang kerjanya,
mengingatkannya pada kejadian Edward marah padanya tanpa sebab yang pasti, yang
jelas itu berhubungan dengan Ningrum, mantan kekasihnya.Dengan cepat, Frans
mengangkat telepon menelepon dua nomor penting yang menjadi petunjuk di mana
Edward.
"Hello?" suara di seberang telepon melegakannya. Suara adiknya di London.
"Jollie!Ini aku, Frans".
"Ya.Aku tau itu kau, kak".
"Edward di sana?"
"Ed? Tentu tidak.Memangnya Ed akan mengungjungiku?"
"Tidak.Kalau begitu terima kasih.Nanti kuhubungi lagi"
Lemas, Frans mulai lemas. Masih ada satu nomor lagi, Frans berharap semoga anaknya di sana. Frans menekan nomornya tergesa-gesa.Dua kali dia salah menekan nomor karena sangat gugup.Yang ketiga tersambung, Frans menunggu. Lama tak ada jawaban, Frans mengulangi panggilan. Sampai panggilan yang entah keberapa, suara di seberang sana terdengar.
"Hey, Frans.Aku tau kau akan menghubungiku," suara dari seberang telepon melegakannya sekali lagi.Keith, kakak iparnya di Paris.Dari kata-katanya, Keith pasti mengetahui sesuatu.
"Ya.Ed sedang bersamamu?"
"Tidak.Dia tidak bersamaku sekarang.Dia ada di toko membantu pamannya, aku di rumah.Kamu bisa tenang Frans, Ed aman bersama kami".
"Oh, syukurlah. Aku akan segera menyusulnya ke sana. Teri..."
"Don't Frans! Biarkan dia di sini menenangkan dirinya dulu.Kamu bisa percaya pada kami. Kami akan menjaganya. Aku tak tau masalahnya, dia belum mau menceritakannya. Aku akan memberikanmu informasi mengenainya. Bersabarlah, toh, di sini dia belajar mandiri. Perlu kau tau, Frans, dia memasukkan semua kartu kredit dan debit darimu dalam sebuah kotak, meyegelnya, dan menitipkannya padaku. Dia belajar mencari uang sendiri dengan berkerja di toko pamannya".
"Wow... Sepertinya memang ada sesuatu yang terjadi. Kalau begitu baiklah, biarkan dia di sana. Terima kasih, Keith.Jangan bilang aku menghubungimu.Aku titip anakku".
"Percayakan padaku, brodda".
Bersambung ke chapter 2
"Hello?" suara di seberang telepon melegakannya. Suara adiknya di London.
"Jollie!Ini aku, Frans".
"Ya.Aku tau itu kau, kak".
"Edward di sana?"
"Ed? Tentu tidak.Memangnya Ed akan mengungjungiku?"
"Tidak.Kalau begitu terima kasih.Nanti kuhubungi lagi"
Lemas, Frans mulai lemas. Masih ada satu nomor lagi, Frans berharap semoga anaknya di sana. Frans menekan nomornya tergesa-gesa.Dua kali dia salah menekan nomor karena sangat gugup.Yang ketiga tersambung, Frans menunggu. Lama tak ada jawaban, Frans mengulangi panggilan. Sampai panggilan yang entah keberapa, suara di seberang sana terdengar.
"Hey, Frans.Aku tau kau akan menghubungiku," suara dari seberang telepon melegakannya sekali lagi.Keith, kakak iparnya di Paris.Dari kata-katanya, Keith pasti mengetahui sesuatu.
"Ya.Ed sedang bersamamu?"
"Tidak.Dia tidak bersamaku sekarang.Dia ada di toko membantu pamannya, aku di rumah.Kamu bisa tenang Frans, Ed aman bersama kami".
"Oh, syukurlah. Aku akan segera menyusulnya ke sana. Teri..."
"Don't Frans! Biarkan dia di sini menenangkan dirinya dulu.Kamu bisa percaya pada kami. Kami akan menjaganya. Aku tak tau masalahnya, dia belum mau menceritakannya. Aku akan memberikanmu informasi mengenainya. Bersabarlah, toh, di sini dia belajar mandiri. Perlu kau tau, Frans, dia memasukkan semua kartu kredit dan debit darimu dalam sebuah kotak, meyegelnya, dan menitipkannya padaku. Dia belajar mencari uang sendiri dengan berkerja di toko pamannya".
"Wow... Sepertinya memang ada sesuatu yang terjadi. Kalau begitu baiklah, biarkan dia di sana. Terima kasih, Keith.Jangan bilang aku menghubungimu.Aku titip anakku".
"Percayakan padaku, brodda".
Bersambung ke chapter 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar