Sabtu, 15 Februari 2020

Nightfall Kiss - Chapter 7

Berjalan di lorong-lorong rak bahan kue, Edward berbelanja bahan untuk toko pamannya, sudah mulai terbiasa melakukan tugas belanja itu sendiri. Edward benar-benar menenggelamkan dirinya dalam kesibukan, mempelajari setiap detail pendukung usaha pamannya, dan memastikan bahwa dia menguasai hal-hal itu dengan benar. Edward seakan haus pada ilmu dan ambisi. Betul, dia penuh dengan ambisi saat ini, tapi bukan untuk belajar. Semua orang tau, Edward sangat suka belajar hal baru, jadi sebuah 'ambisi' tidak perlu dibubuhkan pada semangatknya untuk belajar. Edward punya ambisi, ambisi untuk memenuhi otak dan hatinya dengan apapun itu dan memastikan tidak ada celah baginya untuk memikirkan Rose.

Tentu saja, itu sesuatu yang mustahil. Di saat sepi dan sendirinya, Edward mengais-ngais rasa rindu. Menghindari keputusasaannya, Edward sering habiskan malam akhir pekannya di bar. Alih-alih terhindar rasa rindu, Edward semakin larut dalam kesepian. Edward sangat berhati-hati untuk tidak membuat dirinya mabuk dan kehilangan arah, dia tidak mau membuat pamannya kecewa.

Melewati malam di bar, bukan tidak mungkin Edward tidak menarik perhatian para wanita. Sebagai orang Indonesia, Edward memiliki wajah yang tampan. Tubuhnya yang kekar dan kulitnya yang coklat bersih, sangat mungkin sekali untuk membuatnya mendapatkan wanita dengan mudah. Banyak wanita yang berkenalan dengannya, ada Corin, Samantha, Elise, Joey, dan masih ada beberapa lagi yang lain, namun tak satupun di antara mereka yang membuatnya nyaman. Menurutnya, mereka semua sama, wanita-wanita liar yang menyukai dunia malam. Dan seperti pada suatu malam, ada seorang wanita yang mencoba mencuri perhatiannya.

"Hi...," sapa wanita itu, yang berdiri dengan cantik, menunjukkan kemolekan tubuhnya yang langsing dan tinggi. Dia memiliki rahang tegas khas wanita Perancis.

"Oh, hi...", jawab Edward sekenanya.

"Sendiri?"

"Iya", Edward benar-benar malah untuk berbicara. Buatnya, malam seperti ini adalah saat untuknya mengenang Rose.

"Boleh duduk di sini?", Amber menunjuk bangku kosong di samping Edward.

"Tentu".

"Aku Amber"

"Edward"

"Hmm... tinggal di sekitar sini?"

"Iya"

"Oh, aku juga, aku tinggal di sebuah flat tak jauh dari sini"

"Oh..."

"Aku bekerja di dekat sini juga, kantor media, jadi aku cukup sering mengunjungi tempat ini bersama teman-teman kantor. Tinggal sendiri di sebuah kota asing untuk bekerja, membuatku hanya berteman dengan teman-teman kantor saja. Membosankan".

"Hmmm..."

"Kalau kau Edward?"

"Aku?", Edward sedikit kaget mendapat pertanyaan itu. Biasanya, wanita akan langsung tersinggung ketika dia bicara panjang lebar soal dirinya dan hanya mendapatkan sebuah gumaman sebagai balasan.

"Iya, kamu".

"Aku di toko kue".

"Toko kue? Kau bercanda!"

"Tidak, aku serius. Aku bekerja di toko kue pamanku".

"Wah! Menarik. Orang yang melihatmu pasti akan mengira bahwa kau adalah seorang pekerja kantoran yang bekerja dengan setumpuk data dan sangat memuja kerapian", Amber tertawa kecil mendengar kata-katanya sendiri.

"Hmm...", gumam Edward lagi.

"Maaf, bukan maksud menyinggung. Maksudku, kau terlihat sangat rapi. Maksudku, kau seperti 'orang rapih', kau tau, kan?", Amber tertawa lagi.

"Memang pekerja toko kue tidak boleh rapi?"

"Oh, bukan, bukan. Tentu saja boleh. Aku katakan, bukan maksudku menyinggungmu. Hanya saja, gayamu memang 'rapi'. Tentu, tentu, kau tidak dilarang untuk berpakaian rapi, tapi biasanya orang seperti mereka akan terlihat 'lebih santai'", Amber mengatakannya dengan serius, dan ada nada rasa bersalah di kalimatnya. Edward menahan senyum, merasakan kepanikan di kata-kata Amber.

"Aku benar-benar tidak ingin menyinggungmu", Amber mengulangi.

"Hahaha, sudahlah... itu bukan hal penting", akhirnya Edward melepaskan tawanya.

"Uh, aku lega kau tertawa".

"Kenapa?"

"Serius. Aku kira kau benar-benar akan tersinggung dengan itu".

"Oh, tidak. Bukan masalah".

"Aku penasaran. Kau sepertinya bukan berasal dari sini, kan? Tapi bahasa Perancismu baik sekali!"

"Iya. Aku orang Indonesia, pamanku yang asli sini, sejak aku kecil sudah diajarinya berbahasa Perancis"

"Wow! Keren. Indonesia? Dekat dengan Bali?"

"Tidak, tidak. Bali ada di dalam Indonesia. Indonesia itu negaraku, dan Bali adalah salah satu tempat indah yang dimiliki Indonesia", Edward sudah sangat hafal jika banyak orang yang lebih mengenal Bali. Edward sendiri juga suka Bali.

"Oh, itu artinya masih banyak tempat lain yang cantik di Indonesia?"

"Tentu saja", jawab Edward.

"Kau bilang, toko kue itu milik pamanmu. Di mana itu?"

"Tidak terlalu jauh dari sini juga"

"Apa nama tokonya? Mungkin lain kali aku akan mampir"

"Uncle Jo's. Toko Roti Uncle Jo's"

"Kau bercanda!"

"Tidak"

"Itu adalah toko kue favoritku. Aku selalu meminta staff adminku untuk membeli cinnamon rolls kesukaanku di sana! Untuk aku sarapan!"

"Ya, ya, ya. Cinnamon Rolls memang best seller di toko kami"

"Tentu saja! Itu enak sekali. Tapi mungkin selanjutnya, staff adminku tidak akan lagi kuminta untuk ke sana"

"Kenapa? Kau mau pindah?"

"Tidak. Tidak."

"Lalu? Kau menemukan cinnamon rolls lain yang lebih enak? Di mana itu?"

"Tidak juga"

"Lalu?"

"Karna selanjutnya, aku sendiri yang akan ke tokomu untuk mendapatkan Cinnamon Rolls-ku"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar