'Criiingg ...', seorang wanita tua memakai terusan pink pastel memasuki toko tempat Edward membantu pamannya.
"Selamat datang di Joe Bakery, ada yang bisa saya bantu, Nyonya?", sapa Edward pada pengunjung keduanya hari ini. Bahasa Prancis Edward cukup bagus, dia pernah mengikuti kursusnya di Indonesia. Paman Joe, suami bibinya yang asli orang Prancis juga selalu menggunakan Bahasa Prancis untuk bicara dengan Edward, kalau tinggal di Paris, biar tidak kaget, katanya.
"Kamu anak baru, ya?", jawab wanita itu, nadanya arogan dan berat.
"Iya, Nyonya. Ada yang bisa saya bantu? Anda mencari cake atau roti untuk sarapan, mungkin?", jawab Edward.
"Di mana Joe? Aku tidak mau dilayani orang baru!!", suara wanita itu sedikit meninggi. Edward merasa tersinggung, harga dirinya terusik. Edward sudah membuka mulut hendak menjawab, tapi pamannya yang tambun muncul dari belakang merangkul bahunya.
"Apa kabar Nyonya Abella? Senang bertemu dengan Anda lagi. Anda terlihat cantik hari ini, Nyonya", sapa Paman Joe ramah. Tangan Paman Joe sedikit meremas bahu Edward, membuat Edward meringis.
"Aku baik. Aku yang cantik atau kau hanya basa-basi saja?"
"Tentu, Anda cantik, Nyonya. Warna baju Anda sangat cocok dengan matahari pagi. Mari kutemani memilih kue untuk sarapan Anda", Paman Joe melepaskan tangannya di bahu Edward dan berjalan menuju Nyonya Abella. Paman Joe sedikit menoleh ke Edward dan mengerlingkan mata.
Edward cukup bijak untuk menahan emosinya, suatu prestasi untuk dirinya sendiri. Edward terbiasa dilayani dan dihormati, tapi di sini Edward harus belajar melayani dan menghormati orang lain. Edward berjalan menuju ke bagian belakang toko, mengambil air dingin dan meneguknya segera, berharap air dingin ini bisa mendinginkan kepalanya. Inilah bekerja, Ed! Kau harus tau itu!, bentaknya pada dirinya sendiri.
Saat Edward kembali ke toko, Paman Joe sudah sendirian menghitung uang kasirnya. Nyonya Abella sudah pergi. Mendengar langkah kaki, Paman Joe menoleh. "Hi, Ed!", sapanya pada Edward. Nadanya selalu ceria dan senyum selalu merekah dari bibirnya.
"Beginilah bekerja, banyak sekali tipe pengunjung yang menyakitkan hati seperti itu. Yang tadi belum seberapa, sih... Masih banyak godaan lain. Yah, anggap saja mereka kue, ada yang pakai saus yang asin, bedak gula yang manis, atau kismis yang asam, tinggal pilih dan makan saja", Paman Joe tertawa mendengar leluconnya sendiri. Edward berusaha tersenyum kecil.
"Kau harus belajar menghadapi segala jenis keadaan dalam menghadapi pengunjung, Ed. Kau bisa memujinya, katakan saja dia cantik, walau jalannya seperti itik", Paman Joe tertawa sembari menyenggol lengan Edward pelan. Edward ikut tertawa kecil.
"Oh, tidak! Jangan menahan tawa! Wajahmu akan menua dibanding umurmu!", sembur Paman Joe pada Edward. "Kau akan menjadi seperti ini", Paman Joe memanyunkan bibirnya dan berjalan bungkuk-bungkuk. Edward tertawa, tertawa keras bersama pamannya. Untuk beberapa saat Edward melupakan rasa sakitnya. Untuk sebentar dan meski hanya untuk sebentar.
Bersambung ke Chapter 3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar